Sunday, February 04, 2007

NIAT TAUBAT MENUKAR ARAK MENJADI MADU

Pada suatu hari, Syaidina Umar bin Khatab ra sedang berjalan jalan di dalam kota Madinah . Di ujung simpang jalan beliau berteme dengan seorang pemuda yang sedang membawa kendi. Pemuda itu menyembunyikan kendinya di dalam kain sarung yang di selimuti di belakang tubuhnya. Muncul keheranan di hati Syaidina Umar bin Khatab ra melihat hal itu, lantas bertanya, "Apa yang engkau bawa itu?"
Karena anik sebab takut dimarahi oleh Syaidina Umar bin Khatab yang terkenal dengan ketegasannya , pemuda itu menjawab dengan gugup, bahwa benda yang dibawanya adalah Madu, padahal benda itu adalah khamar/arak. Dalam keadaan berbohong, didalam hati pemuda tersebut sebenarnya ia ingin sekali berhenti dari kebiasaan meminum arak . Dia sesungguhnya telah menyesal telah melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh agama. Dalam penyesalan itu dia berdoa kepada Allah supaya Syaidina Umar bin Khatab ra tidak sampai memeriksa isi kendi yang berisi arak.
Kerana tidak percaya, Khalifah Umar ingin melihat sendiri isi kendi itu. Rupanya doa pemuda itu telah dimakbulkan oleh Allah seketika itu juga, dan Allah telah merubah isi kendi tersebut menjadi madu. Begitu dia berniat untuk bertaubat, dan Tuhan memberikan hidayah, sehingga niatnya yang ikhlas, ia terhindar dari kemarahan Khalifah Umar Al-Khatab.

Allah Taala berfirman,
" Seteguk khamar diminum maka tidak diterima Allah amal fardhu dan sunatnya selama tiga hari. Dan siapa yang minum khamar segelas, maka Allah Taala tidak menerima solatnya selama empat puluh hari. Dan orang yang tetap minum khamar, maka selayaknya Allah memberinya dari 'Nahrul Khabal'.
Ketika ditanya, "Ya Rasulullah, apakah Nahrul Khabal itu ?"
Jawab Rasulullah, "Darah bercampur nanah orang ahli neraka ! "

RAHASIA KHUSYU DALAM SHOLAT

Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, beliau sangat wara’ dan khusyu dalam sholatnya. Namun dia selalu khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyu dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyu.
Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang ahli ibadah bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan sholat?"
Hatim menjawab : "Apabila masuk waktu solat aku berwudhu' zahir dan batin."
Isam bertanya kembali, "Bagaimana wudhu' zahir dan batin itu?"
Hatim berkata, "Wudhu' zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu' dengan air. Sementara wudhu' batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :-

1. Bertaubat
2. Menyesali dosa yang dilakukan
3. Tidak tergila-gila kepada dunia
4. Tidak mencari / mengharap pujian orang (riya')
5. Tinggalkan sifat berbangga
6. Tinggalkan sifat khianat dan menipu
7. Tinggalkan sifat sifat dengki

Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku persiapkan semua anggota tubuhku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahawa aku seolah-olah berdiri di atas titian 'Sirratul Mustaqim' dan aku menganggap bahawa sholatku kali ini adalah solat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik.

Setiap bacaan dan doa dalam solat kupahami maknanya, kemudian aku ruku' dan sujud dengan tawadhu', aku bertasyahhud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersolat selama 30 tahun."
Apabila Isam mendengar, menangislah dia kerana membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.

KISAH LUKMAN HAKIM DAN CELOTEH MANUSIA

Diriwayatkan, suatu hari Luqman Hakim masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor keledai, saat itu anaknya mengikuti dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, sebagian orang dipasar berkata , “Lihatlah orang tua yang tidak punya peraaan, anaknya dibiarkan berjalan kaki."
Setelah mendengarkan celotehan dari orang ramai maka Luqman pun turun dari keledainya itu lalu dinaikkan anaknya di atas keledai itu. Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, "Lihatlah orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya naik diatas keledai, sungguh kurang beradab anak itu."

Mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang keledai itu itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang - orang berkata lagi, "Lihatlah itu dua orang menaiki seekor keledai, sungguh menyiksa binatang."
karena tidak suka mendengar perkataan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari keldaiitu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan keldai itu tidak dinaiki."
Kemudian dalam perjalanan pulang ke rumah, Luqman Hakim menasihati anaknya tentang sikap manusia dan celoteh mereka, katanya, "Sesungguhnya tidak terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan selaian hanya kepada Allah S.W.T saja a. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap perkara."

Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, "Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (kepribadiannya), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan menyepelekannya ."